Awalnya semua berjalan baik, bahkan sangat baik.
Lama-lama setelah lama berpacaran mulai ada cekcok antara saya dan keluarga suami.
Yang tadinya baik sekali menjadi buruk.
Saya mulai tau ada yang tidak beres di keluarganya, mulai dari mamanya yg suka berhutang sampai papanya yang suka selingkuh dan kakaknya suka iri hati begitupun dengan iiknya yang kaku.
Saya sampai berpikir mereka benar2 menyalahkan saya atas sesuatu yang menurut saya diluar kuasa mereka untuk berkomentar. Ya terserah si orang mau berkata apa. Tiap saya melakukan sesuatu pasti di komen. Itu yang lama2 membuat saya sakit hati.
Saya berusaha baik, saya juga bukan orang munafik yang bisa begitu saja melupakan kesalahan, saya selalu inget kesalahan kesalahan yang mereka buat kepada saya 1 demi 1 yang lama2 saya rasakan sudah banyak dan bertumpuk.
Saya tidak bisa mengampuni, sebenernya saya ingin tapi saya tidak bisa.
Tiap saya disakiti saya sakit hati dan itu memperparah keadaan fisik saya, saya ingin mereka berhenti menyakiti hati saya, tapi mungkin saya dulu yang seharusnya berhenti untuk merasakan omongan omongan pedas mereka, tapi heranya otak ini kalau saya di sakiti omongan sedikit otak ini dengan cepat merekam, di mana rasa sakitnya otak ini tidak pernah lupa apa yang mereka lakukan kepada saya, saya terus mikir coba ini otak digunakan untuk mengangat pelajaran2 waktu saya sekolah dulu mungkin hasilnya saya jadi orang yang pandai. Mungkin saya jadi ilmuan atau dokter. Tapi otak ini cm merekam kejelekan2 orang yang menyakiti saya. Ia tidak berhenti merekam.
Hati saya juga terpengaruh ketika otak mengingat lagi hati saya terasa panas, jantung saya berdegup kencang darah saya mendidih seketika dan lalu keluar dari mulut saya yang melontarkan kata2 yang kasar yang sebenernya tidak ingin saya keluarkan.
Parahnya lagi kata2 itu keluar dengan cara yang menggebu2 seolah saya satu2nya mahluk yang paling tersakiti didunia.
Saya secara langsung menyakiti hati pasangan saya, yang sebenernya umpatan2 itu tidak ditujukan buat dia. Kalau saya marah, dia diam, dia tidak dapat meredam amarahku, dia tidak berani memelukku.
Dan seketika aku merasa jijik dengan dia, seolah aku bodoh mau menikah dengan dia yang notabene orang tuanya jahat kepadaku. Padahal saya sayang sekali sama dia, saya ingin mengakhiri drama rumah tangga ini, tapi tidak bisa. Sekali lagi, egoku terlalu tinggi untuk mengucap kata “aku mengampuni keluargamu” atau “aku minta maaf kepadamu, bukan maksudku untuk mencelamu”
Saya tetap berdoa kalau malam untuk menenangkan hati dan pikiran sejenak, dan benar saja itu berhasil. Tapi ketika bangun aku ingat lagi kejadian kemarin yang menyakitiku.
Aku berpikir bagaimana nanti kalau aku diharuskan bertemu dengan keluarganya?
Aku enggan, aku malas bertengar atau sakit hati ini bertambah lagi. Aku memilih menghindar, tidak ingin bertemu, seminimal mungkin berbincang supaya tidak sakit hati.
Besok akan ada acara keluarga di rumah saudaranya, dan aku memutuskan untuk tidak hadir. Biar saja suamiku yang hadir disana, aku tidak perlu, toh mereka juga tidak memerlukan kehadiranku d tempat itu. Mungkin ini keputusan yang tepat.
Aku hapus semua kontak saudaranya di bb, aku blok semua saudaranya d fb, kenapa? Aku tidak ingin di jugde, aku tidak ingin mereka tau keadaanku, tidak perlu komen2 tau kepo2...
ini cara yang tepat untuk mengisolasi hati yang sudah terlanjur terluka.
Aku sering dengar Tuhan mengobati hati yang terluka, tapi kenapa aku sering kali terluka...
Hari ini aku lelah, benar2 lelah, aku rapuh...
Tuhan kalau ada sisa kekuatan untuku
kalau aku punya hati yang seperti malaikat, ngomong itu mudah, ngomong mengampuni itu mudah, prakteknya yang susah.(Ms.GERD)